Click and save. Inilah yang kini kerap dilakukan para pecinta foto setelah membidik subyeknya.
Tak seperti di era analog, kebutuhan cetak mencetak seakan bukan lagi menjadi hal wajib setelah memotret bagi sebagian orang yang sekarang lekat dengan perangkat dan penyimpanan digital. Namun apakah ini berarti era cetak mencetak sudah berakhir?
Bagi fotografer profesional yang menggeluti fashion photography, Samuel Sunanto, urusan mencetak foto tetap menjadi hal yang krusial.
"Yang membedakan fotografer profesional dan amatir adalah hasil cetakan itu sendiri," tukasnya.
Saking pentingnya kualitas foto yang dinilai dari hasil cetakan, ia mencontohkan bahwa kompetisi foto yang profesional justru meminta foto dari para peserta diserahkan dalam bentuk cetakan.
Setali tiga uang dengan Samuel, commercial photographer Indra Leonardi pun melontarkan pendapat serupa.
"Perpindahan dari analog ke digital malah mempermudah fotografer. Selama ini selalu ada kendala saat melihat foto di PC dan saat mencetak, beda hasilnya. Si fotografer akan mendapatkan hasil yang optimal setelah mencetaknya," ujar fotografer yang pernah mengabadikan foto beberapa kepala negara seperti Gloria Macapagal Arroyo dan George Bush ini.
"Kalo foto disimpan di hard disk,ada kemungkinan hilang, crash, danlain-lain. Kalo dicetak kan bisa dinikmati kapan saja," tambahnya.
Nah, melihat pentingnya piranti cetak foto, Canon selaku produsen printer ternama pun meluncurkan dua produk anyarnya yang menyasar kalangan fotografer.
Adalah Pixma Pro-10 dan Pixma Pro-100 yang masing-masing dibanderol Rp 6,7 juta dan Rp 4,7 juta. Printer yang tersedia pada pertengahan bulan depan ini memiliki sejumlah peningkatan dibanding seri sebelumnya.
Kedua produk sudah dilengkapi WiFi, Etherner dan aplikasi Print Studio Pro. Untuk yang seri Pro 10 memakai sistem 10-color ink dan kombinasi Chroma Optimizer serta 3 tinta monochromatic (photo black, matte black dan gray) yang diklaim mampu meningkatkan akurasi reproduksi untuk gelap terang dan meningkatkan gradasi tonal pada saat cetak monochrome. Sedangkan Pro-100 memakai 8-color dye ink system termasuk 3 tinta monochromatic.
Untuk tintanya, Pro 10 menggunakan tinta Lucia, berbeda dengan Pro 100 yang memakai tinta dye yang dipasangkan dengan ChromaLife100+. Keduanya sama-sama memakai teknologi Canon Fine yang diklaim menghasilkan kualitas cetak lebih halus dan tajam hingga 4800 X 2400 dpi.
Lantas bagaimana dengan kecepatannya? Pro-10 dikatakan mampu mencetak foto berwarna maupun hitam putih berukuran A3+ dalam waktu 5 menit 20 detik. Sedang Pro-100 dapat mencetak foto berwarna ukuran A3+ dalam waktu 1 menit 30 detik dan foto hitam putih dengan ukuran yang sama dalam waktu 2 menit 55 detik.
"Kita tidak terlalu muluk-muluk untuk soal target, tapi potensi pasarnya jelas ada. Kita mengharapkan pada tahun 2013 akan terjual 200an unit," ujar Monica Aryasetiawan, Division Manager Consumer System Product Division PT Datascrip, saat ditemui usai acara perilisan kedua seri tersebut di Epicentrum, Jakarta Selatan, Kamis (29/11/2012).
Untuk Pro-100 sendiri, Monica mengatakan model ini cocok bagi fotografer pemula atau entry level yang baru belajar color management dan kalibrasi. Sedangkan bagi yang pro, dianjurkan memilih Pro-10 atau Pro 1 yang sudah lebih dulu dipasarkan Juni lalu.
Di industri printing, produsen asal Jepang ini memang masih berjaya. "Secara worldwide, kami adalah nomor satu di print industry," klaim Kensaku Konishi, President & CEO South & Southeast Asia Canon.
"Bisnis ini menyumbangkan revenue besar pada perusahaan hingga 60%. Kami optimistis printing masih survive dan malah mungkin meningkat," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment