Sunday, March 10, 2013

Kisah Ana Mudrika Ditolak Empat RS Sampai Akhirnya Tewas


Ana Mudrika (14 tahun) meninggal dunia setelah gagal mendapatkan penanganan yang cepat atas keluhan penyakitnya. Ana diduga telat mendapat perawatan yang tepat sehingga terlalu lemah ketika akan dioperasi.

Ibu Ana, Royatih, bercerita pada Selasa 5 Maret 2013, Ana pulang dari sekolah mengeluh sakit perut. "Dia muntah-muntah," kata Royatih saat ditemui VIVAnews di kediamannya di Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu 9 Maret 2013.

Awalnya Royatih hanya merawat anaknya di rumah. Dia memberi anaknya obat, namun Ana masih tetap muntah. Akhirnya dibawa ke bidan namun pukul 20.30 malam itu, Ana akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Firdaus.

"Saya masuk ke ruang IGD. Saya nanya, 'Pak, ini menerima KJS nggak?'. Tapi anak saya sudah diinfus. Saya punyanya KJS," kata Royatih. KJS adalah singkatan dari Kartu Jakarta Sehat.

Perawatnya, kata Royatih, menyatakan tidak menerima KJS. "Di sini yang terima KJS cuma pasien dengan penyalit paru-paru," kata si perawat seperti diutarakan ulang oleh Royatih.

Namun Royatih akhirnya tetap memasukkan anaknya di RS itu. Ana langsung diinfus. Besoknya, perut Ana mulai kembung. Perawat lalu memasukkan alat dari hidung yang menurut Royatih untuk membuang kotoran. "Katanya ada infeksi di perut, karena makanan kotor," ujar Royatih.

Kamis malam, karena tidak melihat kemajuan, Royatih lalu berinisiatif mencari rumah sakit lain karena RS Firdaus tidak memiliki peralatan memadai untuk melakukan operasi atas anaknya. "Dari rumah sakit, saya dikasih rujukan. Anak ini harus dirawat di ruang bedah atau ICU," kata Royatih.

Malam itu juga Royatih mendatangi RS Islam di Sukapura. Ternyata pihak RS menjawab ruangan ICU penuh. Royatih lalu ke RS Koja dan dia melihat Instalasi Gawat Darurat RS itu bak terminal. "Banyak pasien," katanya.

Tak putus asa, Royatih menuju RS Mulia Sari. Namun RS ini tak menerima KJS. Perawatnya menyatakan kepada Royatih, ada ruang ICU, namun Ana harus membawa surat rujukan dari puskesmas.

Tengah malam itu, Royatih lalu menuju Rumah Sakit Tugu di Pelabuhan. Problemnya, tak ada kamar kelas III yang kosong untuk pasien KJS. Akhirnya, Royatih kembali ke RS Firdaus.

Akhirnya, setelah mengadu ke sejumlah pihak termasuk istri Ketua RT yang kemudian melapor ke anggota DPRD Jakarta, RS Islam di Sukapura akhirnya menerima Ana di ICU mereka. "Masuk ke rumah sakit itu (RS Islam), dilihat kondisi anak saya sudah tidak baik. Memang harusnya masuk ICU," kata Royatih.

Dokter penyakit dalam kemudian memutuskan Ana harus dioperasi karena infeksi di pencernaan. "Katanya takut lambungnya pecah. Dilihat dari tempat pipis, warnanya sudah merah," kata Royatih.

Namun, Jumat akan dioperasi, kondisi Ana makin lemah. "Ngomong-nya sudah kacau, sama ayahnya saja nggak kenal. Lalu masuk lagi ke ruang perawatan. Pas masuk ke ruang perawatan, anak saya sudah semakin gerah atau apa," kata Royatih.

Dan Sabtu pagi, 9 Maret, Ana pun berpulang. "Anak saya nafasnya sudah tersengal-sengal. Semua alat-alat dipasang, dikasih alat bantu, tetap dipompa, tapi tetap tidak tertolong," kata Royatih.

Konsekuensi Program

Seperti diketahui Program Kartu Jakarta Sehat memberikan kesempatan bagi warga miskin maupun yang kaya untuk berobat secara gratis. Akibatnya, pasien di berbagai rumah sakit di Jakarta membludak.

Belum terintegrasinya sistem manajemen antar rumah sakit ikut menambah persoalan. Kisah tragis bayi Dera Nur Anggraini, yang meninggal akibat tidak tertampung di rumah sakit karena ruang intensif khusus bayi atau Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit-rumah sakit DKI Jakarta penuh. Tidak hanya ruang NICU yang penuh, ruang perawatan Intensive Care Unit (ICU) juga ikut penuh.

Penuhnya kamar perawatan ICU mengakibatkan pasien-pasien yang sudah menjalani rawat inap juga kesulitan mendapatkan kamar perawatan ICU ketika dibutuhkan. "Saya sudah mencari kamar perawatan ICU tapi hampir semua RS di Jakarta yang dihubungi menyatakan penuh. Padahal kerabat kami harus segera masuk ICU," ujar seorang warga, Rabu, 20 Februari 2013.

Menurut Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, banyak kamar di RS penuh karena dampak dari Kartu Jakarta Sehat. “Pasien di RS membludak karena masyarakat kini sedikit sakit langsung datang ke RS dan puskesmas,” kata dia.

Ikatan Dokter Indonesia sudah mengkritik Jokowi soal hal tersebut. Namun, Gubernur DKI Jakarta tersebut menanggapi sinis kritikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) soal membludaknya pasien di RSUD kelas III dan puskesmas setelah ada Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang membuat dokter kewalahan.

"Kalau begitu tidak usah ada KJS, biar sakit semuanya di rumah. Mau seperti itu?" kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Jumat 8 Maret 2012??.

Jokowi menuturkan, membludaknya pasien yang berobat ke rumah sakit menandakan bahwa ada antusiasme dari masyarakat untuk berobat. Jokowi mengaku dengan KJS tersebut permintaan berobat ke RSUD dan puskemas naik dua kali lipat.

"Semua masyarakat ke rumah sakit ke puskesmas akhirnya memang kalau dibilang hampir dua kali lipat kan kapasitas dari yang sebelumnya. Itu memang konsekuensi dari sebuah program," ujarnya.


No comments:

Post a Comment